Rabu, 19 Mei 2010

MEMAHAMI KARYA SASTRA

Memahami Karya Sastra

Tujuan utama dari pengajaran sastra adalah untuk membentuk sikap yang apresiatif dan kreatif terhadap sastra dan bahasa secara umum. Namun, bukan berarti sastra juga tak memberi sumbangan terhadap perkembangan budi pekerti. Karena jika siswa atau mahasiswa sudah mampu bersikap apresiatif terhadap karya sastra, maka mereka sekaligus juga mampu menangkap nilai-nilai dan amanat yang ada dalam karya tersebut. Mengapa demikian?

Sebuah karya sastra, misalnya karya yang monumental semacam Mahabhatara dan Ramayana, memberikan amanat penting yang bisa menuntun seorang manusia dalam menjalankan hidupnya di dunia nyata, Artinya selain belajar menilai karya sastra, Sastra juga bisa menyerap nilai budi pekerti yang terkandung di dalam karya itu.

Agar karya sastra bisa dipelajari dengan baik sehingga merangsang untuk apresiatif maka sastra itu harus diajarkan dengan enak, menarik dan kreatif.

baik segi instrinsik maupun ekstrinsik. Dalam pembelajaran sastra di sekolah hal ini masalah pemahaman sastra ini sangat memprihatinkan karena kegiatan “menilai” karya sastra baru sebatas pengetahuan (knowledge) yang berkutat pada apa itu sastra, siapa pengarangnya dan lain-lain.

Jadi bukan ke inti persoalan bagaimana sastra memberi ruang yang komprehensif pada siswa untuk menaruh penghargaan pada sastra dan sastra memberi kontribusi fragmatis untuk kehidupannya sebagai manusia berbudaya. Solusinya, nilailah karya sastra secara menyeluruh melalui strategi penugasan dan diskusi.

untuk mampu menulis karya sastra yang baik dan kreatif, Caranya, pertama, menumbuhkan motivasi siswa untuk menulis kreatif. Kedua, penanaman teori elementer tentang menulis kreatif (menulis sastra). Ketiga, pelatihan atau pembelajaran penulisan kreatif secara kontinu dan adanya proses evaluasi dan guru. Keempat, memberi ruang bagi karya sastra siswa, seperti majalah dinding, majalah sekolah, media massa. Kelima, menumbuhkan iklim atau atmosfer pergaulan kreatif ).

Proses belajar atau mengajar sastra di sekolah harusnya berani untuk kcluar dari kurikulum resmi ynng ditetapkan oleh lembaga resmi pendidikan. “Keluar” dari kurikulurn maksudnya adalah seorang guru harus berani mendobrak batasan-batasan pengajaran sastra yang selama ini dilakukan secara konvensional. Jika hanya mcngandalkan kurikulum rcsmi maka waktu yang efektif untuk belajar sastra sangatlah terbatas. Apalagi selama ini pelajaran sastra masih digabung dengan pelajaran bahasa secara umum.

Padahal, menurut Artawan, proses belajar sastra itu harus dilakukan secara kontinu karena berkaitan dengan masalah nalar dan kepekaan. Kepekaan berbahasa, kepekaan memahami masalah sosial, kepekaan dalam mengasah imajinasi, termasuk juga budi pekerti, tak bisa diajarkan hanya dalam pertemuan yang sekali seminggu. Untuk itu, seorang guru atau pihak sekolah harus memberikan ruang dan waktu lebih banyak kepada pelajaran sastra di sekolah.
Misalnya, jika selama ini pelajaran sastra dilakukan di kelas sesuai batasan-batasan kurikulum, maka ruangnya bisa saja diperlebar tidak hanya dengan mengadakan ekstrakulikuler tetapi juga menyediakan les-les khusus sebagaimana dilakukan terhadap pelajaran komputer, bahasa Inggris, fisika dan sejenisnya.

tentang saya

Foto Saya
Langga Gustanto
The man who wrote a hobby
Lihat profil lengkapku

Followers


ShoutMix chat widget